Bahan pangan umumnya memiliki sifat mudah rusak (perishable)
terutama pada bahan-bahan pangan segar. Sifat perishable yang
dimiliki oleh bahan pangan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
faktor kimiawi, fisik, maupun mikrobiologi. Faktor mikrobiologi merupakan salah
satu faktor yang penting untuk diketahui agar mudah untuk mencegah
kontaminasinya.Faktor mikrobiologi pangan memegang peranan penting karena
hampir di semua pangan segar dapat menjadi tempat hidup satu atau lebih jenis
mikroorganisme. Salah satu bahan pangan yang mudah rusak akibat aktivitas
mikroorganisme adalah telur. Telur merupakan bahan pangan yang kaya akan
kandungan gizi. Protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki
susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk
menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain.
Kerusakan pada telur dipicu oleh kandungan beberapa komponen zat
nutrisi dan zat lainnya yang menjadi substrat berkembang biaknya mikroba
misalnya air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan lainnya. Mikroba
yang tumbuh dalam suatu bahan pangan seperti telur penting untuk diketahui
jenisnya. Dengan mengetahui jenis mikroba pada bahan pangan tersebut maka kita
dapat mengetahui karakteristik ataupun ciri dari mikroba tersebut, sehingga
dengan mengetahui karakteristik mikroba maka kita dapat menentukan
metode-metode penanganan pencegahan kontaminasi yang tepat.
Kontaminasi pada telur dapat disebabkan oleh mikroba yang diawali
dengan masuknya mikroba ke dalam telur melalui pori-pori dan selaput lendir.
Penetrasi mikroba ke dalam telur dipengaruhi oleh beragam faktor baik intrinsik
maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik misalnya kandungan kutikula pada kulit
telur, komponen membran kulit telur dan karakteristik kulit telur (kualitas
kerabang, porositas dan kecacatan). Faktor ekstrinsik antara lain jumlah dan
jenis bakteri, suhu, kelembaban, imersi dan kondisi penyimpanan. Bakteri
yang masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang berpori (Messens et al.
2005).
Sejak dikeluarkan dari kloaka, telur mengalami berbagai perubahan
karena pengaruh waktu dan kondisi lingkungan yang akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan pada telur. Kerusakan tersebut dapat terjadi di luar dan di dalam isi
telur. Kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pada mulanya berasal dari luar
telur merambat dari kulit telur ke putih telur dan akhirnya ke kuning telur.
Saat telur baru dikeluarkan oleh ayam, telur masih cukup steril. Mikroba akan
mengkontaminasi kulit telur dan seterusnya akan memasuki pori-pori telur dan
membran telur pada putih telur bahkan dapat memasuki kuning telur. Kerusakan
ini ditandai oleh adanya penyimpangan warna dan timbulnya bau busuk dari isi
telur (Winarno 2002).
Mikroorganisme dominan yang ditemui pada telur adalah bakteri
kokus Gram positif seperti Staphylococcus aureus, selain itu
bakteri Gram negatif batang juga terdapat dalam jumlah kecil. Bakteri penyebab
kebusukan telur terutama adalah bakteri Gram negatif seperti Pseudomonas, Serratia,
Proteus, Alcaligenes, dan Citrobacter. selain
itu, ditemukan juga bakteri kontaminasi patogen seperti Salmonella
sp (Sopandi 2014).
Standar Nasional Indonesia (SNI) telur
Tabel 01. Persyaratan tingkatan mutu telur
No
|
Faktor Mutu
|
Tingkat mutu
|
||
Mutu I
|
Mutu II
|
Mutu III
|
||
1
|
Kondisi Kerabang
|
|||
a. Bentuk
b. Kehalusan
c. Ketebalan
d. Keutuhan
e. Kebersihan
|
Normal
Halus
Tebal
Utuh
Bersih
|
Normal
Halus
Sedang
Utuh
Sedikit noda kotor (stain)
|
Normal
Sedikit kasar
Tipis
Utuh
Banyak noda dan
sedikit kotor
|
|
2
|
Kondisi Kantung
Udara (Dilihat dengan peneropongan
|
|||
a. Kedalaman kantong udara
b. Kebebasan bergerak
|
< 0.5 cm
Tetap ditempat
|
0.5 cm -0.9 cm
Bebas Bergerak
|
> 0.9 cm
Bebas bergeraak dan
dapat terbentuk gelembung udara
|
|
3
|
Kondisi Putih telur
|
|||
a. Kebersihan
b. Kekentalan
c. Indeks
|
Bebas Bercak darah
atau benda asaning lainya
Kental
0.134-0.175
|
Bebas Bercak darah
atau benda asaning lainya
Sedikit encer
0.092-0.133
|
Ada sedikit ercak
darah, tidak ada benda asaning lainya
Encer kuning.
0.050-0.091
|
|
4
|
Kondisi kuning telur
|
|||
a. Bentuk
b. Posisi
c. Penampakan batas
d. Kebersihan
e. Indeks
|
Bulat
Ditengah
Tidak jelas
Bersih
0.458-0.521
|
Agak pipih
Sedikit bergeser
dari tengah
Agak jelas
Bersih
0.394-0.457
|
Pipih
Agak kepinggir
Jelas
Ada sedikit bercak
darah
0.330-0.393
|
|
5
|
Bau
|
Khas
|
Khas
|
Khas
|
Sumber : SNI 3926:2008
Tabel 06. Persyaratan mutu mikrobiologis
No
|
Jenis Cemaran Mikroba
|
Satuan
|
Mutu Mikrobiologis ( Batas Maksimum Cemaran Mikroba/BMCM)
|
1
|
Total Plate Count
(TPC)
|
Cfu/g
|
1 × 105
|
2
|
Coliform
|
Cfu/g
|
1 × 102
|
3
|
Eschercihia coli
|
MPN/g
|
5 × 101
|
4
|
Salmonella sp
|
Per 25 gr
|
Negatif
|
Sumber : SNI 3926:2008
DAFTAR PUSTAKA
Messens W, Grijspeerdt K, Herman L. 2005. Egg
shell penetration by Salmonella. J World Poult Sci 61(1):71-85.
Winarno FG. 2002. Telur:
Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. Bogor: M-Brio Press.
Sopandi, Tatang dan
Wardah. 2014. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta : CV Andi.
Comments
Post a Comment